Ahad, 30 Oktober 2011

Sosiologi Sastra

Sastera merupakan pencerminan masyarakat. Melalui karya sastera, seorang pengarang mengungkapkan masalah kehidupan yang pengarang sendiri ikut berada di dalamnya. Karya sastera menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat. Bahkan seringkali masyarakat sangat menentukan nilai karya sastera yang hidup di suatu zaman, sementara sasterawan sendiri adalah anggota masyarakat yang terikat status sosial tertentu dan tidak dapat mengelak dari adanya pengaruh yang diterimanya dari lingkungan yang membesarkan sekaligus membentuknya. Wellek dan Warren membahas hubungan sastera dan masyarakat sebagai
berikut:

Literature is a social institution, using as its medium language, a social
creation. They are conventions and norm which could have arisen only in society.
But, furthermore, literature ‘represent’ ‘life’; and ‘life’ is, in large
measure, a social reality, eventhough the natural world and the inner or
subjective world of the individual have also been objects of literary
‘imitation’. The poet himself is a member of society, possesed of a specific
social status; he recieves some degree of social recognition and reward; he
addresses an audience, however hypothetical. (1956:94)



Senada dengan pernyataan diatas, Damono mengungkapkan bahwa sastera menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakupi hubungan antara masyarakat, antara masyarakat dengan orang-seorang, antara manusia, dan antara peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang (2003:1). Bagaimanapun juga, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang yang sering menjadi bahan sastera, adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat dan menumbuhkan sikap sosial tertentu atau bahkan untuk mencetuskan peristiwa sosial tertentu.

Pendekatan terhadap sastera yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan itu disebut sosiologi sastera dengan menggunakan analisis teks untuk mengetahiu strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra (Damono, 2003:3).

Sosiologi adalah telaah tentang lembaga dan proses sosial manusia yang objektif dan ilmiah dalam masyarakat. Sosiologi mencuba mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah ekonomi, agama, politik dan lain-lain — yang kesemuanya itu merupakan struktur sosial— kita mendapatkan gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tentang mekanisme sosialisasi, proses pembudayaan yang menempatkan anggota masyarakat di tempatnya masing-masing.

Sesungguhnya sosiologi dan sastera berbagi masalah yang sama. Seperti halnya sosiologi, sastera juga berurusan dengan manusia dalam masyarakat sebagai usaha manusia untuk menyesuakan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu. Dengan demikian, novel dapat dianggap sebagai usaha untuk menciptakan kembali dunia sosial iaitu hubungan manusia dengan keluarga, lingkungan, politik, negara, ekonomi, dan sebagainya yang juga menjadi urusan sosiologi. Dapat disimpulkan bahawa sosiologi dapat memberi penjelasan yang bermanfaat tentang sastera, dan bahkan dapat dikatakan bahawa tanpa sosiologi, pemahaman kita tentang sastera belum lengkap.

Rahmat Djoko Pradopo (1993:34) menyatakan bahawa tujuan studi sosiologi dalam kesusasteraan adalah untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai hubungan antara pengarang, karya sastra, dan masyarakat.

Pendekatan sosiologi sastera yang paling banyak dilakukan saat ini menaruh perhatian yang besar terhadap aspek dokumenteri sastera dan landasannya adalah gagasan bahawa sastera merupakan cermin zamannya. Pandangan tersebut beranggapan bahawa sastera merupakan cermin langsung dari berbagai segi struktur sosial hubungan kekeluargaan, pertentangan kelas, dan lain-lain. Dalam hal itu tugas sosiologi sastera adalah mengubungkan pengalaman tokoh-tokoh khayal dan situasi ciptaan pengarang itu dengan keadaan sejarah yang merupakan asal usulnya. Tema dan gaya yang ada dalam karya sastera yang bersifat pribadi itu harus diubah menjadi hal-hal yang bersifat sosial.


Tiada ulasan:

Catat Ulasan

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...